Sabtu, 06 Juni 2009

Rd. Adipati Aria Kusumadiningrat

Kangjeng Prebu adalah gelar seorang Bupati Galuh pada saat kolonial Belanda di Indonesia. Diantara Kanjeng Prabu, Rd. Adipati Aria Kusumadiningrat (.Bupati Galuh ke Enam Belas) dikenal sebagai Bupati yang adil dan cinta pada rakyatnya. Ia mempunyai ilmu yang tinggi dan merupakan bupati pertama yang bisa membaca huruf latin. Selama memimpim empat puluh tahun (1839-1886) berhasil mengangat kesejahteraan rakyatnya.

1. Pada tahun 1677, Tatar Priangan terkena program Preangerstelsel yang terkait dengan penanaman komoditi kopi. Dari program Preangerstelsel dimekarkan menjadi program Culturstelsel, dimana komoditi yang dikembangkan selain kopi juga diwajibkan menanam nila. Pada saat program pertama terabadikan lagu "Dengkleung dengdek, buah kopi raranggeuyan. Ingkeun saderek, ulah rek dihareureuyan" sebagai gambaran seorang wanita yang sedih berkepanjangan karena ditinggal pujaan hati bekerja dalam tanam paksa (majalah Mangle; Kang Pepe Syafe'i R.A). Kemudian pada program kedua terjadi insiden Van Pabst yang menyebabkan Bupati Ibanagara dicopot dari jabatannya.

2. Kondisi prihatin menyaksikan rakyatnya menderita, Rd. Adipati bangkit melakukan pembangunan beberapa saluran air dan bendungan (sekarang disebut saluran sekunder dan tersier termasuk dam) yang kokoh. Bangun saluran air Garawangi (1839), Cikatomas (1842), Tanjungmanggu/Nagawiru (1843) dan Wangunreja (1862). Kemudian membangun lahan pesawahan baru dan kebun kelapa diberbagai tempat. Untuk sosialisasi kelapa; setiap pengantin laki-laki (pada saat seserahan) diwajibkan membawa kitri (tunas kelapa) untuk selanjutnya ditanam di halaman rumah dimana mereka mengawali bahtera rumah tangga.

Dalam waktu tak terlalu lama, Galuh-Ciamis tersohor menjadi gudang kelapa paling makmur di Priangan timur. Banyak pabrik minyak kelapa didirikan oleh para pengusaha terutama Cina. Diantara yang paling tersohor adalah Gwan Hien di Kertsari-Ciamis (orang menyebut Guanhin). Lalu pabrik Haoe Yen di Pawarang (disebut Olpado) yang musnah tertimpa bom saat Galuh dibombadir oleh Belanda.

3. Tahun 1853, Kanjeng Prebu tinggal di Keraton Selagangga yang dibuat dari Kayu JAti yang kokoh dengan luas lahan sekitar satu hektar yang dihiasi kolam ikan, air mancur dan bunga-bunga dipinggirannya. Dalam kompleks tersebut terdapat kaputren, mesjid dan jambansari yang masih dikeramatkan sampai sekarang.

Dikawasan Jambansari, Kangjeng Prebu dalam guguritan yang dibuatnya, "Jamban tinakdir Yang Agung, caina tanba panyakit, amal jariah kaula, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning." Artinya kurang lebih, "Jamban takdir dari Yang Agung, airnya penyembuh penyakit, amal jariah saya, bupati Galuh Ciamis, Aria Kusumahdiningrat, medali mas pajeng kuning." Menurut para menak Galuh (keturunan Kangjeng Prebu), guguritan disusun dalam pupuh Kinanti dan suka dinyanyikan oleh anak-anak sekolah rakyat.

4. Selain bangunan kepentingan keluarga Bupati, Kanjeng Prebu juga membangun gedung-gedung pemerintahan dan sarana lainnya antara tahun 1859 sampai 1877. Pembangunan diawali gedung pemerintahan kabupaten yang megah (tepatnya di gedung DPRD sekarang, menghadap utara). Gedung Asisten Residen (sekarang gedung negara atau gedung kabupaten), sekaligus tempat tinggal Bupati sekeluarga. Bangunan lainnya adalah Markas Militer, Rumah Pemasyarakatan, Mesjid Agung, dan Gedung Kantor Telepon.

Tahun 1861 Belanda akan membangun jalan kereta api route Tasikmalaya-Manonjaya-Cimaragas-Banjar terus sampai Yogyakarta, dalam upaya membuka pengembangan wilayah Ciamis, Kangjeng Prebu mengajukan permohonan, supaya jalan kereta api bisa melewati kota Galuh sebagai pusat kabupaten, dan bukan melewati Cimaragas-Manonjaya. Biaya pembangunan jadi membengkak sebab perlu dibuat jembatan panjang di Cirahong (trak Manonjaya-Ciamis) dan Karangpucung. Tetapi akhirnya Belanda menerima permohonan itu.

5. Bupati yang mahir berbahasa Perancis dam mendidik putera-puterinya sengaja mengambil guru Belanda J.A.Uikens dan J. Blandergroen ke kantor kabupaten untuk mengajarkan membaca dan berbicara bahasa Belanda. Kemudian pada tahun 1862 didirikan Sekolah Sunda di Ciamis dan sekolah kedua tahun 1874 didirikan di Kawali. Kedua Sekolah tersebut merupakan sekolah pertama di Tatar Sunda.

Dalam siar Agama Islam, Kanjeng Prebu mempunyai cara tersendiri untuk mengajak sebagian masyarakat yang masih menyimpan sesembahan berupa arca batu setinggi manusia. Metoda yang digunakan pada saat silaturahmi mengajak masyarakat membawa arca yang ada di rumahnya masing-masing. "Kita satukan dengan arca kepunyaan saya," katanya. Rakyat setuju saja diminta membawa arca seperti itu dan dengan jujur mengakui bahwa di rumahnya memiliki arca. Dengan demikian, tanpa memakan waktu yang lama, sudah tidak ada lagi arca yang disimpan di rumah-rumah rakyat. Masyarakat beribadah dengan sungguh-sungguh memuji keagungan Alloh. Islam mekar memancar seputaran Galuh. Sementara arca-arca yang dikumpulkan rakyat, ditumpuk di Jambansari, sekelilingnya ditanami pepohonan yang rimbun. Itu sebabnya sampai sekarang banyak arca di pemakaman Kangjeng Prebu di Selagangga. Untuk pemekaran agama Islam, Bupati Galuh memerintahkan para Kepala Desa supaya di tiap desanya didirikan mesjid, selain untuk ibadah secara umum, juga untuk anak-anak dan remaja belajar mengaji dan ilmu agama. Jadi tidak heran Masjid Selagangga (dikelola oleh Haji Abdul Karim) sangat ramai dikunjungi para remaja.

6. Dalam berbenah dan membangun Galuh, Tahun 1870 Kanjeng Prebu mensiasi pelaksanaan Undang-undang Agraria. Terkait dengan undang-undang tersebut, menjadikan Galuh memiliki banyak perkebunan swasta, diantaranya Lemah Neundeut, Bangkelung, Gunung Bitung, Panawangan, Damarcaang, dan Sindangrasa. Kemudian pada tahun Tahun1886 Kangjeng Prebu lengser, jabatannya dilanjutkan oleh putranya Raden Adipati Aria Kusumasubrata.

Kerajaan Galuh

Kerajaan Galuh adalah suatu kerakaan Sunda di Pulau Jawa, yang wilayahnya terletak di antara Sungai Citarum di sebelah Barat dan Sungai Cimapali di sebelah Timur. Kerajaan ini adalah penerus dari kerajaan Kendan bawahan Tarumanagara.

Saat Raja Tarumanegara, Linggawarman meninggal dunia tahun 669 kekuasaan diwariskan ke Tarusbawa dari Sundapura. Tarusbawa memindahkan kekuasaan Tarumanagara ke Sundapura, pihak Galuh yang dipimpin oleh Wretikandayun (sejak tahun 612) memilih untuk berdiri sebagai kerajaan mandiri. Untuk berbagi wilayah Galuh dan Sunda sepakat menjadikan sungai Citarum sebagai batasnya.

Cerita Parahiyangan (naskah kuno berbahasa sunda pada awal abad ke-16) mengkisahkan bahwa Kerajaan Galuh dimulai pada saat Rahiyangtari menjadi Raja Resi selama lima tahun. Selanjutya kekuasaan Galuh diwariskan kepada putranya di Galuh yaitu Sang Wretikandayun.

Wretikandayun memimpin Galuh selama Sembilan puluh tahun (612-702) dan kemudian tahta kerajaan diwariskan putra bungsunya Rahiyang Mandiminyak, sementara kedua kakaknya Tahiyang Sempakwaja menjadi Resi Guru di Galunggung dan Rahiyang Kidul menjadi Resi Guru di Denuh. (Sumber: Wikipedia Indonesia.)